Menurut
Adjid (2001), pembangunan pertanian modern adalah suatu rangkaian panjang dari perubahan
atau peningkatan kapasitas, kualitas, profesionalitas dan produktivitas tenaga
kerja pertanian, disertai dengan penataan dan pengembangan lingkungan fisik dan
sosialnya, sebagai manifestasi dari akumulasi dan aplikasi kemajuan teknologi
dan kekayaan material serta organisasi dan manajemen. Mosher
(1985) mengemukakan bahwa ada sepuluh faktor penentu dalam modernisasi
pertanian yang meliputi lima syarat pokok dan lima syarat pelancar. Kelima
syarat pokok tersebut meliputi: (1) adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani,
(2) teknologi yang senantiasa berkembang, (3) tersedianya bahan-bahan dan
alat-alat produksi secara lokal, (3) adanya perangsang produksi bagi petani,
dan (5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu. Adapun syarat
pelancar pembangunan pertanian meliputi: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit
produksi, (3) kegiatan gotong royong petani, (4) perbaikan dan perluasan tanah
pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian. Pembangunan
pertanian modern merupakan langkah strategis mewujudkan pembangunan pertanian
berkelanjutan sebagai paradigma baru, sehingga dapat meningkatkan daya beli
masyarakat perdesaan yang akan menjadi
pendorong pertumbuhan sektor nonpertanian.
Sejak
dikembangkannya gerakan revolusi hijau, pemanfaatan berbagai teknologi seperti
teknologi kimia dan teknologi alat dan mesin pertanian (alsintan) telah terjadi
peningkatan produktivitas pertanian yang sangat pesat. Namun disisi lain
terjadi kerusakan lingkungan hidup dan tatanan kehidupan sosial di pedesaan.
Proses adopsi inovasi teknologi bari di lingkungan petani telah terjadi berkat
dukungan sistem komunikasi pembangunan yang dikembangkan oleh pemerintah. Oleh karena
pendekatan pembangunan pertanian pada waktu itu sangat memperhatikan persuasi
dan propaganda, maka pemerintah mengacu kepada model komunikasi linier (satu
arah) dan berbentuk vertikal dari atas ke bawah (top down). Sejak pasca swasembada pangan tahun 1984 terjadi
kecenderungan melambatnya adopsi inovasi teknologi pertanian dalam peningkatan
produksi, seperti terlihat dari gejala stagnasi atau pelandaian produktivitas
berbagai produksi komoditas pertanian dan pendapatan serta kesejahteraan petani
di pedesaan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
adopsi inovasi teknologi antara lain: (1) teknis teknologinya, (2) karateristik
sasaran, (3) lingkungan dan (4) sumber informasi (Sahardi 2005).
Menurut Jahi
(1988) bahwa setelah model komunikasi linier satu arah dianggap kurang
sempurna, kini pandangan orang mulai mengarah pada komunikasi interaktif dua
arah di antara partisipan. Modernisasi pertanian di masa depan sangat
tergantung kepada manfaat optimal dari teknologi yang diperoleh oleh petani dan
tidak merusak lingkungan. Teknologi pertanian harus
mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan global yakni berdaya saing dan
ramah lingkungan. Akses petani dalam memperoleh informasi dari berbagai sumber
telah terbuka luas sehingga dalam waktu singkat akan menjadi bagian dari
masyarakat informasi untuk memanfaatkannya bagi percepatan moderniasi pertanian.
Paradigma
pembangunan saat ini mengalami pergeseran, di mana pembangunan menekankan pada
pemberdayaan (empowerment) yang dikenal dengan pembangunan manusia (people
centered development), pembangunan berbasis sumber daya lokal (resource
based development), dan pembangunan kelembagaan (institutional development).
Dalam hal ini
peran komunikasi pembangunan dua arah (convergen) di pedesaan menjadi penting
agar petani dapat memperoleh informasi dan menentukan teknologi pertanian yang
tepat untuk digunakan petani dan manajemen usaha tani yang semakin maju. Sistem
agribisnis dan agroindustri merupakan pendekatan pengembangan usahatani modern
dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup, nilai tambah dan daya saing
petani. Berkaitan dengan program otonomi daerah yang sedang dikembangkan oleh
pemerintah Indonesia, komunikasi pembangunan pertanian untuk percepatan
kemandirian petani dan peningkatan daya saing menuju pertanian berkelanjutan
yang modern, merupakan alternatif kebijakan yang perlu dipertimbangkan oleh
pemerintah daerah. Pemahaman keberagaman sumber daya alam dan sumber daya
manusia dengan karakteristiknya yang khas pada setiap daerah menjadi landasan
pokok untuk membangun pertanian modern di masa depan. Proses adopsi inovasi
teknologi dan jaringan komunikasi petani yang ditemukan di daerah melalui
perkuatan koperasi pertanian akan sangat mempengaruhi efektivitas komunikasi
pembangunan.
Pembangunan
pertanian modern secara efisien dan efektif dengan pendekatan agribisnis dan
kelestarian lingkungan hidup berbasis pada prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan
merupakan alternatif pilihan untuk percepatan kesejahteraan petani. Penataan
dan pengembangan model Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai salah satu pilar
kekuatan ekonomi masyarakat perlu didorong agar dapat melakukan kerjasama
sinergi dengan pilar kakuatan lainnya yakni Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Soekartawi (2005) menyatakan bahwa untuk mendorong percepatan modernisasi pertanian yang berkelanjutan dengan
penerapan teknologi tepat guna dan mendorong meningkatnya daya saing dan
kesejahteraan petani diperlukan dukungan komunikasi pembangunan pertanian yang
efektif. Komunikasi pertanian
mengandung beberapa aspek penting berkaitan dengan proses pengambilan keputusan
antara lain: motivasi dalam pemecahan masalah, bagaimana menyelesaikan tiap
masalah untuk mencapai tujuan, apakah ada kesempatan untuk mencapai tujuan itu,
dimana dan kapan waktu yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut dan perubahan
situasi lingkungan.
No comments:
Post a Comment